• Lineage 2 Revolution (L2R)

    Lineage 2 Revolution (L2R), akhirnya hadir di Indonesia. Netmarble Games Corp selaku pengembang perusahaan game mobile terkemuka memastikan bahwa gamer tanah air segera merasakan permainan bergenre Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG).

  • Seven Knight

    Seven Knights merupakan game Turn Based RPG dari Netmarble yang dirilis di Server Asia/Global pada 1 Oktober 2015. Game ini merupakan salah satu game RPG tersukses dari Netmarble. Seven Knights menceritakan tujuh karakter kesatria utama yang menguasai teritori di Asgar, dilengkapi dengan berbagai dungeon dan latar cerita unik mereka masing-masing..

  • Dota 2

    Sebuah permainan multiplayer online battle arena, dan merupakan sekuel dari Defense of the Ancients mod pada Warcraft 3 : Reign of Chaos dan Warcraft 3 : The Frozen Throne. DotA 2 dikembangkan oleh Valve Corporation, terbit juli 2013 dota 2 dapat dimainkan secara gratis pada sistem operasi Microsoft Windows, OS X and Linux. Dota 2 dapat dimainkan secara eksklusif melalui distributor resmi valve, Steam.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

konflik yang terjadi disekitar kita



KONFLIK YANG TERJADI DI SEKITAR KITA
Bangsa Indonesia sejak tempo dulu masyarakatnya telah lama berjuang melawan kaum penjajah,dan senantiasa berhadapan dengan konflik. Perang terjadi pada abad-abad yang lampau telah menyisakan pengaruh dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, berupa pengalaman dalam menghadapi konflik, bahkan kadang-kadang sulit dibayangkan tiada hari tanpa konflik dan stress selama dalam perjuangan. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sejarah masih membuktikan sampai era reformasi sekarang dewasa ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan banyak pertentangan kelompok maupun politik, serta perseteruan kepentingan yang mengakibatkan konflik. Sementara itu masih sangat dirasakan bahwa sistem penegakan hukum kita masih lemah, misalnya dengan terjadinya salah persepsi antara dua kelompok masyarakat yang bertikai akan menambah daftar konflik menjadi meningkat. Konflik pribadi, konflik kepentingan antar individu ataupun konflik antar kelompok.
Pertentangan maupun konflik tersebut dapat dijumpai di seluruh segi kehidupan sehingga muncul pilihan-pilihan yang saling bertentangan dan tidak selaras mengakibatkan rusaknya tatanan keadaan maupun kehidupan bermasyarakat. Kondisi ketentraman dan ketertiban (tramtib) komunitas (pemukiman) maupun kelompok-kelompok ataupun lapisan masyarakat diberbagai daerah di Indonesia dalam beberapa tahun terusik oleh berbagai jenis gangguan dan konflik. Oleh karena itu mengenali pekerjaan sosial secara serius sangat penting untuk dicermati dalam upaya mengatasinya, bila kita gagal dalam mengatasi konflik maupun mengendalikannya akan mengakibatkan situasi dekstruktif yang lebih dahsyat, konflik merupakan masalah pelik untuk segera dicarikan pemecahaannya.
Lalu bagaimana pekerjaan sosial mengatasi konflik?,dalam mencari segi penyelesaiannya, kemanfaatan dan kemaslahatannya, dari berbagai upaya-upaya yang dilakukan seperti antara lain ;
1. Menciptakan kereativitas masyarakat dalam menyikapi suatu konflik
2. Melakukan perubahan sosial yang kondusif pada pasca konflik.
3. Membangun komitmen kebersamaan dalam kelompok yang pernah konflik.
4. Mencegah berulang lagi konflik yang dapat merugikan banyak pihak.
5. Meningkatan fungsi sosial kekeluargaan atas dasar kebersamaan sebagai nilai kearifan lokal yang dibangun dan diberdayakan dalam upaya dini menangani konflik.
Namun dari pada itu masih belum dirasakan dapat menyelesaikan konflik secara baik, oleh karena itu perlu untuk diketahui secara mendasar sebagai pokok bahasan dalam upaya mengatasi konflik, berupa faktor penyebab dan sumber konflik, jenis-jenis konflik, tahap-tahap konflik termasuk gejala dan ciri-cirinya serta penanganan, pengelolaan dan pengendalian konflik walaupun hal ini sangat sulit, tetapi dalam pekerjaan sosial perlu diketahui untuk dicari penyelesaiannya.


FAKTOR PENYEBAB DAN SUMBER KONFLIK

Konflik pada hakikatnya adalah segala sesuatu interaksi pertentangan antara dua pihak dan lebih didalam suatu kelompok masyarakat atau pun organisasi masyarakat, konflik dapat terjadi karena ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota dalam kelompok tersebut yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi atau berebut sumber-sumber daya yang terbatas serta merebutkan sumber kehidupan maupun lapangan kerja, dimana masing-masing mempunyai perbedaan, status, tujuan, nilai atau persepsi masing-masing.

Faktor penyebab dan sumber konflik antara lain dibagi dalam tiga hal berupa ;
1. Kepentingan (Interest), Sesuatu kepentingan yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya karena adanya kepentingan.
2. Emosi (Emotion), Emosi sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia, antara lain : marah, benci, takut, cemas, bingung, penolakkan dan sebagainya.
3. Nilai (Value), Nilai ini merupakan komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena nilai merupakan sesuatu hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk, yang pada umumnya mengarah pada sikap dan perilaku manusia.

SUMBER- SUMBER KONFLIK
Berbagai sumber-sumber konflik dapat saja terjadi mencuat kepermukaan namun bila kita telusuri dapat kita rinci dalam berbagai unsur sbb:
1. Bio Sosial, Bio sosial bisa dikatakan perasaan frustrasi yang sering menghasilkan agresi sehingga mengarah pada terjadinya konflik. Frustrasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya diharapkan.
2. Kepribadian dan Interaksi Termasuk dalam hal ini adalah kepribadian yang abrasif atau suka menghasut, adanya gangguan psikologi, kejengkelan karena ketidaksederajatan hubungan dan perbedaan gaya interaksi.
3. Struktural Banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat, karena adanya kekuasaan, status, kelas-kelas masyarakat yang semuanya berpotensi menjadi konflik apabila dikaitkan dengan hak asasi manusia, pengarusutamaan jender, dan sebagainya.
4. Budaya dan Ideologi Intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaaan politik, sosial, agama dan budaya, termasuk masalah yang timbul diantara masyarakat karena perbedaan system nilai.

5. Konfergensi Didalam situasi tertentu sumber-sumber konflik tergabung menjadi satu sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri.

BERBAGAI JENIS KONFLIK

1. Konflik Pribadi ( Intra personal ) Konflik intrapersonal melibatkan ketidaksesuaian emosi bagi individu ketika kepetingan, tujuan atau nilai-nilai yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan tidak tercapai atau jauh dari menyenangkan.
Konflik ini merintangi kehidupan sehari-hari dan dapat mengganggu kegiatan orang lain. Ketika konflik ini dirasakan atau dialami baik secara fisik, mental atau emosional maka dapat menimbulkan sakit kepala, pusing bahkan stress. Bila akibat konflik ini sampai pada tingkat stress yang mematikan maka akan berada dalam konflik intrapersonal tahap berikutnya yang memiliki sifat destruktif misalnya menjurus kearah tindakan bunuh diri. Konflik intrapersonal merupakan konflik yang terjadi pada perilaku seseorang dimana pikiran dan sikapnya tidak kontrol dan sering menimbulkan emosi yang sangat tinggi.

2. Konflik antara Pribadi ( InterPersonal) Konflik inter pribadi Konflik inter pribadi adalah konflik yang terjadi antara perilaku seseorang dengan mengaitkan kepentingan orang lain yang pikiran dan perilakunya tidak terkontrol, sehingga dapat menimbulkan kegelisahan dan rintangan kehidupan banyak orang. Konflik inter pribadi ini lebih jamak diassosiasikan dengan melibatkan sekelompok orang. Konflik ini tidak dapat diatasi secara external tanpa orang tersebut memiliki kendali secara internal.
b. Konflik antar pribadi Konflik antar pribadi merupakan konflik yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang saling bertentangan karena masing-masing membutuhkan kebutuhan dasar psikologis yaitu :
a). Kebutuhan untuk diperlakuakan sebagai seorang pribadi untuk dihargai.
b) Kebutuhan untuk memiliki sejumlah kontrol.
c). Kebutuhan akan harga diri.
d) Kebutuhan untuk menentukan nasibnya sendiri
e). Kebutuhan menjadi orang yang konsisten

3. Konflik antara Kelompok
a. Konflik inter Kelompok ( Inter Groups ) Konflik ini merupakan pertentangan berbagai individu dalam suatu kelompok, karena masing-masing individu biasanya memiliki kemauan, kepentingan dan ingin memenuhi kebutuhan dasar psikologisnya dalam waktu yang bersamaan. Bahkan sering dijumpai bahwa di dalam kelompoknya sendiri para anggotanya tidak bersesuaian.
b. Konflik antar kelompok Antara kelompok satu dengan kelompok lainnya terjadi gesekan yang mengarah pada situasi perpecahan atau konflik antar warga anak bangsa, misalnya antar kelompok suku, ras, agama, dan golongan kelompok masyarakat tertentu.

TAHAPAN, GEJALA DAN CIRI KONFLIK

1. TAHAPAN KONFLIK
a. Kondisi yang mendahului (Antecendent Condition) Pada tahap ini terdapat unsur penyebab antara lain karena kecurigaan , pertentangan pribadi, ras, kelas sosial, politik, sumber daya, keyakinan yang kesemuanya dari faktor-faktor ini tercermin dalam perilaku kehidupan sosial kemasyarakatan.
b. Kemungkinan konflik yang dilihat (Perceived Potential Conflict) Pada tahap ini satu atau kedua belah pihak mulai tampak perubahan kepribadian pada diri masing-masing orang, retaknya kesatuan kelompok dan solidaritas atau kesetiakawanan sosial mulai hilang.
c. Konflik yang dirasa (Felt Conflict) Pada tahap ini benturan kepentingan dan kebutuhan sering terjadi. Satu pihak atau kedua belah pihak yang terlibat melihat keadaan yang tidak memuaskan, meghambat, menakutkan, bahkan mulai mengancam.
d. Perilaku yang tampak (Manifest Behavior) Pada tahap ini orang-orang mulai menanggapi dan mengambil tindakan, sejak dari saling mendiamkan, kemudian pertengkaran secara lisan, berdebat, bersaing, agresif, saling menyerang akhirnya bermusuhan sampai dengan balas dendam yang berkepanjangan. Bentuk perbuatan yang nyata baik berupa lisan atau kata-kata maupun tindakan bergabung jadi satu kemasan.
e. Konflik yang dikelola (Suppressed or Managed Conflict) Pada tahap ini konflik yang sudah terjadi dapat ditekan. Upaya-upaya maksimal untuk meniadakan konflik dilakuakan malalui kesepakatan bersama (negosiasi). Namun demikian meskipun secara lahiriah konflik itu tampaknya seperti sudah berakhir atau dapat diselesaikan namun masalah intinya belum ditanggani, dimana pihak-pihak yang berkonflik hanya sekedar berdamping walaupun dalam hatinya berada dalam keadaan masih panas atau tegang.
f. Penyelesaian sesudah konflik (Management Aftermath) Pada tahap ini apabila konflik tidak dikelola dan diselesaikan, kedua belah pihak yang terlibat akan menanggung akibatnya baik bagi dirinya sendiri, maupun dalam lingkungan sosial khususnya hubungan sosial serta hubungan dengan beberapa orang yang diperlukan. Bila konflik dikelola dan berhasil, maka pihak-pihak yang terlibat perlu menindaklanjuti hasil pengelolaan itu secara konsekuen dan konsisten dengan melandasi apa yang telah menjadi kesepakatan bersama.

2. GEJALA KONFLIK
Timbulnya gejala konflik berupa :
a. Kombinasi jelas dan agresif Konflik tidak selalu digambarkan dalam bentuk nyata namun pada tahap ini terdapat tanda yang jelas dari konflik yang ditunjukan secara agresif. Contoh: teriakan-teriakan, celaan, ejekan, kekerasan dan sebagainya.
b. Kombinasi dari agresif dan tersembunyi Pada tahap ini terdapat tanda-tanda yang tersembunyi dari konflik yang ditunjukan secara agresif. Contoh : komentar-komentar yang merendahkan, pelecehan, penghinaan, selalu mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang, kebencian untuk mencoreng orang lain, dan sebagainya.
c. Tanda tersembunyi dari konflik yang ditunjukkan secara pasif Pada tahap ini terdapat tanda-tanda tersembunyi dari konflik yang ditunjukkan secara pasif. Contoh : tidak mau berkerja sama, tidak mau ikut pertemuan, cemas tidak mau menyelesaikan masalah.
d. Tanda yang jelas nampak pasif Pada tahap ini terdapat tanda yang jelas nampak yang ditunjukan secara jelas dalam kejadian konflik secara pasif. Contoh : mengirim surat tetapi tidak ada niat melaksanakan kegiatan yang berarti.

3. CIRI KONFLIK
Ciri-ciri konflik dapat ditandai dari :
A. Ciri peristiwa dalam sehari – hari Pada tahap ini tidak begitu mengancam dan paling mudah untuk dikelola karena memiliki ciri-ciri:
a). Terjadinya secara terus menerus sehingga merupakan kebiasaan dan hanya memerlukan sedikit perhatian.
b). Ditandai oleh perasaan jengkel sehari-hari namun berlalu begitu saja dan munculnya tidak menentu.
c). Walaupun ada perasaan tidak cocok, kadang-kadang marah tetapi emosinya cepat mereda.
B. Ciri tantangan Pada tahap ini ditandai dengan sikap kalah atau menang berupa:
a). Kekalahan tampaknya lebih besar karena yang bersangkutan terikat dengan masalah.
b). Pada tahap ini pengelolaannya tidak dapat dilakukan secara sabar dan hati-hati karena setiap orang berkaitan dengan masalah yang kompleks.
c). Kelompok yang bersaing tidak suka mencari fakta yang akurat tentang lawan saingannya sebab tingkat kepercayaannya sudah menurun.
d). Muncul sikap putus asa akibatnya hanya saling sindir menyindir karena strategi yang digunakan hanya untuk mempertahankan sikapnya sendiri.

C. Ciri pertentangan /pertikaian Pada tahap ini keinginan untuk menang sangat kuat sekaligus untuk mencederai serta menghilangkan keberadaan kelompok lain, dengan pemikiran bahwa:
a). Konflik telah meningkat dalam eskalasi yang sangat tinggi.
b). Harus ada korban
c). Harus ada yang dihukum
d). Ada upaya untuk memperpanjang konflik
e). Salah satu kelompok harus tidak eksis lagi.


HASIL KAJIAN ANALISA KONFLIK

1. Kondisi yang mendahului (Antecendent Condition) Pada tahap ini terdapat unsur penyebab antara lain karena kecurigaan , pertentangan pribadi, ras, kelas sosial, politik, sumber daya, keyakinan yang kesemuanya dari faktor-faktor ini tercermin dalam perilaku kehidupan sosial kemasyarakatan.
2. Kemungkinan konflik yang dilihat (Perceived Potential Conflict) Pada tahap ini satu atau kedua belah pihak mulai tampak perubahan kepribadian pada diri masing-masing orang, retaknya kesatuan kelompok dan solidaritas atau kesetiakawanan sosial mulai hilang.
3. Konflik yang dirasa (Felt Conflict) Pada tahap ini benturan kepentingan dan kebutuhan sering terjadi. Satu pihak atau kedua belah pihak yang terlibat melihat keadaan yang tidak memuaskan, meghambat, menakutkan, bahkan mulai mengancam.
4. Perilaku yang tampak (Manifest Behavior) Pada tahap ini orang-orang mulai menanggapi dan mengambil tindakan, sejak dari saling mendiamkan, kemudian pertengkaran secara lisan, berdebat, bersaing, agresif, saling menyerang akhirnya bermusuhan sampai dengan balas dendam yang berkepanjangan. Bentuk perbuatan yang nyata baik berupa lisan atau kata-kata maupun tindakan bergabung jadi satu kemasan.
5. Konflik yang dikelola (Suppressed or Managed Conflict) Pada tahap ini konflik yang sudah terjadi dapat ditekan. Upaya-upaya maksimal untuk meniadakan konflik dilakuakan malalui kesepakatan bersama (negosiasi). Namun demikian meskipun secara lahiriah konflik itu tampaknya seperti sudah berakhir atau dapat diselesaikan namun masalah intinya belum ditanggani, dimana pihak-pihak yang berkonflik hanya sekedar berdamping walaupun dalam hatinya berada dalam keadaan masih panas atau tegang.
6. Sesudah konflik diselesaikan (Management Aftermath) Pada tahap ini apabila konflik tidak dikelola dan diselesaikan, kedua belah pihak yang terlibat akan menanggung akibatnya baik bagi dirinya sendiri, maupun dalam lingkungan sosial khususnya hubungan sosial serta hubungan dengan beberapa orang yang diperlukan. Bila konflik dikelola dan berhasil, maka pihak-pihak yang terlibat perlu menindaklanjuti hasil pengelolaan itu secara konsekuen dan konsisten dengan melandasi apa yang telah menjadi kesepakatan bersama.
7. Gejala-gejala dan karakteristik konflik baik pada tahapan peristiwa sehari-hari, tahap tantangan maupun tahap pertentangan, serta alternative penanganan, pengelolaan dan pengendaliannya.
8. Memperhatikan ciri khas human relations dalam pekerjaan social : a). Pekerja Sosial menciptakan relasi-relasi (hubungan) untuk tujuan professional, b). Dalam relasi professional
Pekerja Sosial mengabdikan dirinya untuk kepentingan klien (penyandang masalah) serta kebutuhan dan aspirasi warga masyarakat lainnya. c. Pekerja Sosial menciptakan human relations atas dasar obyektivitas dan mawas diri, peka terhadap kebutuhan orang lain, mampu mengatasi atau melangkah keluar dari kesulitan emosionalnya.

9. Mempertimbangkan jenis-jenis human relations :
a. Kolaborasi : Hubungan antara Pekerja Sosial dengan klien (penyandang masalah) untuk persetujuan kerja dan menyetujui tujuan serta proses perubahan social yang disepakatinya.
b. Tawar-menawar : Persetujuan tawar-menawar antara Pekerja Sosial dengan system-sistem yang lain,
dimana : i). Norma/nilai social yang menekankan perlunya orang berusaha bekerjasama menyelesaikan perbedaan-perbedaan. Pekerja Sosial melakukan persuasi kepada orang lain agar mereka mau bekerjasama (duduk dalam satu meja), walaupun memiliki tujuan yang berbeda-beda.
ii). Relasi tawar-menawar ini merupakan cara memperoleh sumber-sumber yang dapat diakses iii. Kedudukan/kekuatan beberapa aparatur pemerintah sebagai system sumber dapat dilibatkan dalam relasi tawar-menawar ini.
c. Relasi Konflik : Relasi ini dapat terwujud manakala : i). Relasi tawar-menawar tidak berhasil, pihak-pihak yang terlibat tidak memahami hakikat persetujuan. Ii). Terjadi polarisasi diantara perbedaan-perbedaan, tuntutan-tuntutan dan tujuan-tujuan. Iii). Tujuan bagi Pekerja Sosial dan warga masyarakat yang berkonflik dianggap gawat oleh pihak ketiga/pihak lain yang memiliki kepentingannya sendiri, sehingga mereka harus diposisikan sebagai system sasaran. (bagian system dasar pekerjaan social), iv). Tidak ada minat sama sekali bagi pihak-pihak yang bertikai untuk membicarakan perbedaan-perbedaan dan persetujuan.

PENANGANAN, PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN KONFLIK
Pekerja sosial pada prinsipnya memulai dengan kegiatan : pengumpulan data, pengetesan data, analisis data, dan membuat kesimpulan. Pada tahapan pengumpulan data/informasi, pekerja sosial mengumpulkan informasi utama tentang diri klien itu sendiri, maupun tetang masalah konflik yang sedang dihadapi, dan kondisi atau situasi lingkungan sosialnya (person – problem – situation).
Fokus utama intervensi pekerjaan sosial adalah keberfungsian sosial (sosial fungtioning) yaitu interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya yang dapat menyebabkan timbulnya masalah atau terjadinya konflik. Kesulitan apa yang dihadapi atau ketidakenakan yang dirasakan, faktor-faktor penyebabnya, serta akibat yang ditimbulkannya.
Oleh karena itu hasil assessment dapat sangat bermanfaat dalam rangka sbb:
a. Penggunaan informasi untuk penetapan keputusan-keputusan tentang prioritas masalah dan apa yang akan dikerjakan untuk pemecahan masalah tersebut.
b. Mengetahui spesifikasi masalah, penyebab masalah, pertimbangan alternative atau pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah dan,
c. Seleksi penentuan tujuan dalam rangka penyusunan perencanaan pemecahan masalah. Pelaksanaan kegiatan dari upaya penanganan, pengelolaan dan pengendalian serta cara pandang konflik sbb;

1. PENANGANAN KONFLIK.
Penangan konflik dapat dilakukan dalam tiga bahagian sbb;
a. Penanganan konflik dalam peristiwa sehari – hari :
a). Membuat suatu proses yang menguji dari dua sisi untuk meningakatkan kesamaan pemahamam satu sama lain.
b). Bertanyalah jika reaksi itu proporsional dengan keadaan, sehingga paling tidak membawa sisa emosi dari peristiwa lainnya untuk diselesaikan.
c). Identifikasikan butir-butir kesepakatan dan segera menindaklanjutinya, serta mengindentifikasikan butir-butir ketidaksepakatan untuk tidak ditindak lanjuti.
b. Penanganan pertentangan konflik :
a). Membuat suasana yang aman termasuk menciptakan suatu lingkungan dimana setiap orang merasa aman, yaitu dengan membangun suasana informal, menetapkan kawasan netral, berada dalam kendali dengan agenda kegiatan yang mudah diatur.
b). Tegaslah terhadap fakta tetapi lunak terhadap orang serta mengambil penambahan waktu untuk mendapakan data dan informasi secara detail.
c). Membuat pekerjaan resmi sebagai kegiatan team dengan membagi tanggung jawab sehingga setiap orang mempunyai kesamaan tanggung jawab serta mempunyai alternatif untuk menyesuaikan diri.
d). Mencari kesepakatan minimal tetapi tidak dianjurkan begitu mudahnya membuat kompromi.
e). Memberikan waktu yang cukup untuk menarik kelompok yang bersaing agar dapat menerima kesepakatan tanpa memberikan konsesi atau mengeluarkan tekanan.
d). Upaya ini sangat susah untuk mendudukkan orang-orang yang bertikai berada dalam satu meja, selama yang bersangkutan belum menyadari dan faham untuk membangun perdamaian (peach building), namun harus diupayakan secara keras.


c. Penanganan penyelesaian konflik :
a). Informasi dan data secara detail adalah sangat penting sehingga campur tangan team dari luar harus mau dan mampu memperhatikan data dan informasi secara detail, sehingga dapat menyelami dan meperhitungkan emosi negatif secara cermat.
b). Waktu harus disediakan secara longgar untuk dapat mewawancari semua orang yang terlibat dalam konflik, sehingga dengan demikan dapat dilakukan penggungkapan dan pemahaman masalah yang sesungguhnya dirasakan atau dihadapi masing-masing.
c). Alasan yang logis sering tidak efektif untuk menyadarkan kelompok yang sedang bertikai untuk mengakhiri konflik, karena kentalnya perbedaan yang diunjukkan secara menyolok. Untuk itu dicarikan sumber alternatif untuk menyalurkan energinya agar kadar konfliknya berada pada tahap yang lebih rendah.
d). Menjelaskan tujuan penanganan konflik dengan menciptakan suasana yang menumbuhkan rasa untuk tidak harus selalu menang, kecuali dengan menghargai kearifan setiap orang.

2. PENGELOLAAN KONFLIK
a. Pendekatan win – win solution Prinsip-prinsip pendekatan sama-sama menang atau saling menguntungkan serta saling memuaskan, dimana kedua belah pihak menang dalam keberpihakan atas proses penegakan keadilan dan kebenaran, tetapi kalau masih belum tercapai dapat ditempuh upaya kompromi.
b. Belajar merespon Merespon disini adalah belajar memberikan stimulus dalam bentuk pertimbangan yang arif dan bijaksana. Kalau bereaksi kecenderungannya hanya belajar mendengarkan kemauannya diri sendiri, tetapi kalau merespon lebih banyak mendengarkan orang lain.
c. Penggunaan bahasa yang baik dan positif Ada pepatah bahasa kawi jawa kuno : Ajining diri dumunung ana ing lati. Artinya bahwa harga diri seseorang berada pada apa yang diucapkan melalui bibir dan lidahnya. Oleh karena itu harus berhati-hati menggunakan bahasa, karena kata-kata yang diucapkan biasanya bermakna, sehingga diupayakan menggunakan bahasa yang baik dan positif.
d. Mengenali terjadinya emosi Mengamati segala kejadian atau permasalahan yang dapat menimbulkan kemarahan yang diakibatkan adanya emosi yang tidak terkendalikan. Kecerdasan emosional (EQ) mencakup kemampuan memotivasi dirinya sendiri, dan mampu menangani atau mengendalikan dorongan hati, frustrasi, stress, yang memerlukan pengharapan dan empati.
e. Faktor – faktor ketidak-enakan Faktor-faktor yang dapat menggerakkan timbulnya konflik adalah sesuatu yang tidak mengenakkan seperti : kemarahan, ketakutan, kejengkelan, perasaan bersalah, perasaan terluka hatinya, penyesalan, kecemasan, trauma, dan sebagainya. Kalau faktor-faktor ketidakenakan tersebut dipelajari sebab-sebabnya, maka dapat menemukan langkah positif menuju kearah penyelesaian konflik.
f. Strategi pribadi Untuk mengendalikan rasaketidakenakan maka diperlukan strategi pribadi misalnya dengan gerakan-gerakan tubuh untuk memejamkan mata sejenak, melepaskan ketegangan, mengatur seni pernafasan, berkonsentrasi kepada pokok permasalahan yang sesungguhnya, dan sebagainya yang dapat mengekspresikan tingkat emosinya.
g. Mediasi Seni mediasi diperlukan bila suatu konflik semakin memburuk sehingga diperlukan pihak ketiga sebagai mediator, untuk menengahi konflik-konflik yang terjadi. Dalam mediasi sangat diperlukan suatu keahlian dalam bernegosiasi. Seorang mediator harus netral, adil, berperilaku yang baik, memiliki keterampilan untuk menganalisis, faham terhadap permasalahan yang terjadi, keterbukaan dalam penanganan masalah, memiliki integritas dan etika yang baik, kreatif dan fleksibel serta mampu menemukenali dan mengembangkan perilaku pribadinya masing-masing.
h. Negosiasi Seni negosiasi adalah dimulai dengan belajar untuk mendengar terlebih dahulu permasalahan yang berkaitan dengan konflik, menekan tuntutan-tuntutan yang diajukan salah satu pihak tanpa kejelasan titik persoalannya, kemudian menghindari negosiasi yang bersifat konfrontatif.
i. Pengembangan pendekatan pengelolaan konflik Pendekatan pengelolaan konflik dengan mempersatukan (integrating), kerelaan untuk membantu (obliging), mendominasi (dominating), menghindar (avoiding), dan kompromi (compromising).
j. Respon penolakkan Respon penolakan merupakan usaha untuk menghadapi aspek emosional konflik, seperti : cemas, menerima, memberikan tanggapan (lari atau menyerang) dan refleksi yang seimbang.
k. Gap inter personal Komunikasi merupakan gap inter personal, karena selama konflik berlangsung maka komunikasi yang baik sulit diwujudkan akibat banyaknya kata-kata yang dilontarkan mestinya tidak digunakan sebagaimana mestinya, karena menganggu perasaan orang lain dan dapat menjadikan gap interpersonal.
l. Refleksiologi emosional Perpindahan gerak dari kerjasama yang sifatnya terpaksa dan sering muncul pada saat eskalasi konflik meningkat, sehingga sering dijumpai unsur saling menyalahkan, merahasiakan sesuatu, perasaan tertekan.kemarahan, dan sebagainya.

3. PENGENDALIAN KONFLIK
Perlakuan pengendalian konflik dilaksanakan melalui ;
a. Proses pengendalian konflik Melakukan persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya, dari mana sumbernya, bagaimana realisasinya, cara menghindarinya, implementasi penanganannya, pemilihan strategi yang digunakan, evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh konflik.
b. Cara pengendalian konflik Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan sesuai persepsi masing-masing yang harus dipenuhi disesuaikan dengan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia dan dapat dimanfaatkan. Kemudian minta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain dengan memberikan argumentasi kuat terhadap posisi dimaksud, sehinga akan terwujud berbagai alternatif tindakan antara lain berupa: sikap sabar, penghindaran, kekerasan, negosiasi, mediasi, konsiliasi, abritasi, peradilan, dan sebagainya.
c. Tindakan pengendalian konflik
Menghindar, Kompromi, Kompetisi, Akomodasi, Kolaborasi, Kontribusi untuk pengendalian konflik sebagai hasil asesmen, Sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik, Mau mengakui adanya konflik, Bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari perbedaan , Sanggup mengajukan usul atau nasihat , Meminimalisasi ketidakcocokan.

4. UPAYA HASIL PEKERJAAN SOSIAL TERHADAP KONFLIK.
Perlu diketahui upaya-upaya hasil dalam konflik sbb; :
a. Hasil konflik dengan cara pandang negatif
Mempertajam perbedaan, Penghamburan tenaga, biaya dan waktu yang sia-sia, Menurunkan semangat beraktivitas, Memilah-milahkan kelompok dan anggota-anggotanya merusak kerjasama, Menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan, Mengurangi produktivitas / hasil karya
b. Hasil konflik dengan cara pandang positif
Permasalahan konflik yang ada menjadi terbuka dan jelas, Memperbaiki kualitas pemecahan masalah, Meningkatkan keterlibatan para anggota, Memberikan kesempatan berkomunikasi secara spontan, Menciptakan pertumbuhan dan penguatan hubungan, Meningkatkan produktivitas
c. Hasil konflik dengan jenis- jenis relasi yang dihasilkan akibat dari pengaruh human relations (Antara Pekerja Sosial dengan pihak lain yang terkait) dalam tabel sbb;
PEKERJA SOSIAL KOLOBORASI: Kepercayaan dan persetujuan timbal-balik mengenai cara dan hasil
TAWAR-MENAWAR: Pertentangan, tetapi ada kemauan untuk membicarakan perbedaan-perbedaan
RELASI KONFLIK: Ketidak percayaan dan ketidaksetujuan mengenai cara dan hasil
HASIL PERSEPSI PIHAK LAIN: Diinginkan dan sesuai dengan minat-minat pribadi Tidak sepenuhnya sesuai dengan minat-minat pribadi Tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan minat-minat pribadi
BEBAN PERSEPSI PIHAK LAIN: Tidak berat, dapat dipenuhi dengan memnggunakan kemampuan dan sumber-sumber yang ada Cukup berat, memerlukan pengembangan kemampuan dan keterampilan-keterampilan baru atau perubahan kemampuan dan keterampilan termasuk realokasi sumber-sumber Sangat berat, karena memerlukan perubahan relasi-relasi status dan kekuatan dasar,kontrol terhadap sumber-sumber.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas dapat kami simpulkan upaya pekerjaan sosial dalam mengatasi konflik berupa tindakan atau langkah-langkah kegiatan sbb;
1. Menciptakan hubungan positif dalam kelompok dengan cara antara lain :
a. Menciptakan pemenang, melakukan voting untuk menentukan pihak yang kalah
b. Mengumumkan penangguhan
c. Menganjurkan partisipasi yang sederajat
d. Aktif mendengarkan
e. Memisahkan fakta dari opini
f. Memisahkan orang dari masalah
g. Memecah belah dan menaklukkan

2.Jangan melakukan tindakan selama menghadapi konflik antara lain :
b. Jangan memberikan kesempatan untuk perjuangan mendapatkan kekuasaan
c. Jangan / tidak memihak dalam konflik
d. Jangan membiarkan konflik menempati agenda anda
e. Jangan terperangkap kengerian
f. Jangan dibodohi oleh proyeksi

3.Mewujudkan action team intervensi
a. Pembentukkan team
b. Melakukan proses intervensi
c. Melakukan parameter
d. Melakukan pengumpulan data
e. Wawancara
f. Menyusun ulang issue
g. Menciptakan alternative
h. Evaluasi dan kesepakatan

Share:

Stratifikasi dan diferensiasi sosial dalam masyarakat



1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat di mana kamu tinggal, kamu dapat menjumpai orang-orang yang termasuk golongan kaya, sedang, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa di dalam masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Dalam sosiologi, pengelompokan masyarakat berdasarkan tingkatan-tingkatan tertentu itu disebut dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial secara umum dapat diartikan sebagai pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara vertikal. Stratifikasi sosial merupakan gejal sosial yang sifatnya umum pada setiap masyarakat. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384–322 SM) telah menyatakan bahwa di dalam tiap-tiap negara selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Setelah kamu memahami pengertian stratifikasi sosial secara umum, kini cobalah untuk menyimak pendapat beberapa ahli tentang stratifikasi sosial.
a. Pitirim A. Sorokin
Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat. Setiap lapisan itu disebut dengan strata sosial. Ditambahkan bahwa stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur. Lapisanlapisan di dalam masyarakat memang tidak jelas batasbatasnya, tetapi tampak bahwa setiap lapisan akan terdiri atas individu-individu yang mempunyai tingkatan atau strata sosial yang secara relatif adalah sama.
b. P.J. Bouman
Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.
c. Soerjono Soekanto
Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
d. Bruce J. Cohen
Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai.
e. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Ukuran sebagai Dasar Pembentukan Stratifikasi Sosial
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi” menyatakan bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial akan terjadi. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi social adalah ukuran kekayaan, kekuasaan dan wewenang, kehormatan, serta ilmu pengetahuan.
a. Ukuran kekayaan 
adalah kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah dan materiil saja. Biasanya orang yang memiliki harta dalam jumlah yang besar akan menempati posisi teratas dalam penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria ini.
b. Ukuran kekuasaan dan wewenang 
adalah kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai sumber produksi atau pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan dengan kedudukan atau status social seseorang dalam bidang politik.
c. Ukuran kehormatan 
dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan materiil. Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang menyertai namanya, seperti raden, raden mas, atau raden ajeng akan menduduki strata teratas dalam masyarakat.
d. Ukuran ilmu pengetahuan, 
artinya ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang dalam hal ilmu pengetahuan. Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran kepandaian dalam kualitas. Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan tinggi, misalnya seorang sarjana akan menempati posisi teratas dalam stratifikasi sosial di masyarakat.
Secara luas, kriteria umum penentuan seseorang dalam stratifikasi sosial adalah sebagai berikut.
a. Kekayaan dalam berbagai bentuk yang diketahui oleh masyarakat diukur dalam kuantitas atau dinyatakan secara kualitatif.
b. Daya guna fungsional perorangan dalam hal pekerjaan.
c. Keturunan yang menunjukkan reputasi keluarga, lamanya tinggal atau berdiam di suatu tempat, latar belakang rasial atau etnis, dan kebangsaan.
d. Agama yang menunjukkan tingkat kesalehan seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya.
e. Ciri-ciri biologis, termasuk umur dan jenis kelamin.
Stratifikasi sosial di dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses perkembangan masyarakat dan dapat pula secara sengaja ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
a. Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya
Beberapa ukuran yang digunakan untuk menempatkan seseorang dalam strata tertentu pada stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Kepandaian seseorang atau kepemilikan ilmu pengetahuan.
2) Tingkat umur atau aspek senioritas.
3) Sifat keaslian.
4) Harta atau kekayaan.
5) Keturunan.
6) Adanya pertentangan dalam masyarakat.
Contoh stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya adalah pada masyarakat kerajaan, di mana orang yang masih keturunan raja akan menempati lapisan yang tertinggi.
b. Stratifikasi Sosial yang Sengaja Disusun untuk Mengejar Tujuan Tertentu
Stratifikasi sosial yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan-tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang dalam suatu organisasi formal (resmi), seperti birokrasi pemerintah, universitas, sekolah, partai politik, perusahaan, dan lain sebagainya.
Dalam stratifikasi sosial yang sengaja disusun terdapat berbagai cara untuk menentukan atau menetapkan kedudukan seseorang dalam strata tertentu, antara lain sebagai berikut.
1) Upacara peresmian atau pengangkatan.
2) Pemberian lambang atau tanda-tanda kehormatan.
3) Pemberian nama-nama jabatan atau pangkat.
4) Sistem upah atau gaji berdasarkan golongan atau pangkat.
5) Wewenang dan kekuasaan yang disertai pembatasanpembatasan dalam pelaksanaannya.
3. Faktor Pendorong Terciptanya Stratifikasi Sosial
Beberapa kondisi umum yang mendorong terciptanya stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri biologis, seperti warna kulit, latar belakang etnis, dan budaya telah mengarah pada lahirnya stratifikasi dalam masyarakat. Dalam hal ini biasanya akan terjadi penguasaan grup yang satu terhadap grup yang lain.
b. Pembagian tugas dalam hampir semua masyarakat menunjukkan sistem pembagian tugas yang bersifat spesialisasi. Posisi-posisi dalam spesialisasi ini berkaitan dengan perbedaan fungsi stratifikasi dan kekuasaan dari order sosial yang muncul.
c. Kejarangan. Stratifikasi lambat laun terjadi, karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Kelangkaan ini terasa apabila masyarakat mulai membedakan posisi, alatalat kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Jadi, suatu kondisi yang mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota dapat menciptakan stratifikasi.
Sementara itu, Koentjaraningrat mengatakan ada tujuh hal yang dapat mengakibatkan atau melahirkan stratifikasi social dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a. Kualitas dan kepandaian.
b. Kekuasaan dan pengaruhnya.
c. Pangkat dan jabatan.
d. Kekayaan harta benda.
e. Tingkat umur yang berbeda.
f. Sifat keaslian.
g. Keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat.
Menurut Max Webber, pelapisan sosial atau stratifikasi social ditandai dengan adanya beberapa hal berikut ini.
a. Persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Peluang untuk hidup masing-masing orang ditentukan oleh kepentingan ekonomi yang berupa penguasaan barang serta
kesempatan memperoleh penghasilan dalam kehidupan.
b. Dimensi kehormatan, maksudnya manusia dikelompokkan dalam kelompok-kelompok berdasarkan peluang untuk hidup yang ditentukan oleh ukuran kehormatan. Persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan gaya hidup.
c. Kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan menurut Webber adalah suatu peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal, meskipun mengalami pertentangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal tersebut.
4. Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial
Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.
Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota tersebut.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan, perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlPmprg09-o6URYqm7q-Z3GHoGNCNIdbNDGJCrFVpiocQ2Z8mI4PulJWyIkvZmDqZj1QmCVR4rcFCHfHYWNmyzHpeavyxzgPrWB3WU_S5pbVyOLhi80xExVSRmYsoINtBeSbYL1uY854Q/s320/3b.jpg


Dengan kata lain, masyarakat dengan sistem pelapisan social yang bersifat terbuka ini akan lebih mudah melakukan gerak mobilitas sosial, baik horizontal maupun vertikal. Tentu saja sesuai dengan besarnya usaha dan pengorbanan yang dikeluarkan untuk mencapai strata tertentu. Sistem stratifikasi sosial pada masyarakat terbuka didorong oleh beberapa faktor berikut ini.

1) Perbedaan Ras dan Sistem Nilai Budaya (Adat Istiadat)
Perbedaan ini menyangkut warna kulit, bentuk tubuh, dan latar belakang suku bangsa. Perbedaan ini mem-

 2) Pembagian Tugas (Spesialisasi) Spesialisasi ini menyebabkan terjadinya perbedaan fungsi stratifikasi dan kekuasaan dalam suatu sistem kerja kelompok.

3) Kelangkaan Hak dan Kewajiban
Apabila pembagian hak dan kewajiban tidak merata, maka yang akan terjadi adalah kelangkaan yang menyangkut stratifikasi sosial di dalam masyarakat.



5. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat

Dalam suatu masyarakat, stratifikasi sosial terdiri atas dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).

A. Kedudukan (Status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajibankewajiban dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang dalam suatu hierarki.

Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima criteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.

Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.

1) Ascribed Status
Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang anak yang lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan.

2) Achieved Status
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan kata lain status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan usaha-usaha tertentu.

3) Assigned Status
Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut. Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya.

B. Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.

Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut.

1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
2) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial. Jadi, kedudukan menentukan peran, dan peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak kedudukan dan peranan seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain. Interaksi seseorang berada dalam struktur hierarki, sedangkan peranannya berada dalam setiap unsur-unsur social tadi. Jadi hubungan antara status dan peranan adalah bahwastatus atau kedudukan merupakan posisi seseorang dalam struktur hierarki, sedangkan peranan merupakan perilaku actual dari status.



6. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial

Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar. Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk stratifikasi sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.

a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigAY9zusKzzvCpApmx6HuvJCYpbexREQYgKjOZ5wCm1Js7KempRJ8gN4ifWVW21eBcQWjseFDG6-it5utZlOuFfKK2BXJWDf8zVsL7_OwtgnvSsnjtmgp-oQLS2mh1ZXipYf53L-0_7nM/s320/3c.jpg


Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan criteria ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda-benda. Kelaskelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah. Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan factor ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.

1) Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan-lapisan berikut ini.
a) Petani pemilik tanah lebih dari 2 hektar.
b) Petani pemilik tanah antara 1–2 hektar.
c) Petani pemilik tanah antara 0,25–1 hektar.
d) Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 hektar.

2) Petani penyewa dan petani penggarap, yaitu mereka yang menyewa dan menggarap tanah milik petani pemilik tanah yang biasanya menggunakan sistem bagi hasil.

3) Buruh tani, yaitu tenaga yang bekerja pada para pemilik tanah, petani penyewa, petani penggarap, atau pedagang yang biasanya membeli padi di sawah.

b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian umumnya terdapat dalam masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat rasial.

1) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal
Masyarakat feodal merupakan masyarakat pada situasi praindustri, yang menurut sejarahnya merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yan diperintah, dan interaksinya sangat terbatas. Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah perpecahan antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi social sebagai berikut.

a) Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.
b) Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan.
c) Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.

2) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta
Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati, dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, vaisya, dan sudra. Kasta brahmana adalah kasta yang terdiri atas para pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi. Ksatria merupakan kasta yang terdiri atas para bangsawan dan tentara, serta dipandang sebagai kelas kedua. Vaisya merupakan kasta yang terdiri atas para pedagang, dan dipandang sebagai lapisan ketiga.

Sedangkan sudra merupakan kasta yang terdiri atas orangorang biasa (rakyat jelata). Di samping itu terdapat orangorang yang tidak berkasta atau tidak termasuk ke dalam varna. Mereka itu adalah golongan paria.

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan bahwa ciri-ciri kasta adalah sebagai berikut.

a) Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam kasta, kualitas seseorang tidak menjadi sebuah perhitungan.

b) Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika dikeluarkan dari kastanya.

c) Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang yang sekasta. Seorang laki-laki dapat menikah dengan perempuan yang kastanya lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan perempuan yang memiliki kasta lebih tinggi.

d) Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat terbatas.

e) Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain pada nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta.

f) Terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang lebih rendah kurang mendapatkan akses dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.

g) Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.

h) Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang lebih tinggi, sehingga dalam kesehariannya dapat dikendalikan secara terus-menerus.

Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.

a) Brahmana,
merupakan tingkatan kasta tertinggi di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pemuka agama. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan.

b) Ksatria,
merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para bangsawan. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Cokorda, Dewa, atau Ngahan.

c) Waisya,
merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para pedagang. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti.

d) Sudra,
merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pekerja atau buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Pande, Kbon, atau Pasek.

3) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial
Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid. Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, ras kulit putih mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan di luar perikemanusiaan.

c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing-masing. Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat. Meskipun perubahan yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya.

Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada masyarakat. Batas yang tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada, dan batas-batas itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.

Mac Iver dalam bukunya yang berjudul “The Web of Government” menyebutkan ada tiga pola umum system lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkis, dan demokratis.

1) Tipe Kasta
Tipe kasta adalah tipe atau sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas sosial vertikal. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tidak mungkin ditembus.

Puncak piramida diduduki oleh penguasa tertinggi, misalnya maharaja, raja, dan sebagainya, dengan lingkungan yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para ahli agama. Lapisan berikutnya berturut-turut adalah para tukang, pelayan, petani, buruh tani, dan budak.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOp4c6laG0T-71R0YCecOb1b9smHHvoZ9l1iaZHfU9LN2sCAAMa36qNT2AFR4UnndG20OSfAaxJqykQsk_75ijAhdJf0zxU0Hm-VNOq6iav9clKztgPeh0kj2cO6qVBmehtl1N9Lx-Jeg/s400/3d.jpg



2) Tipe Oligarkis
Tipe ini memiliki garis pemisah yang tegas, tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan dengan lapisan lainnya tidak begitu mencolok..


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrw6YYA7GnnkDsn4vw7VgHsrYZ90PPDUubEcpzI7DXDxanPG2Ur1R-72Gab7g3T1HTJRhZGbuAvJ_0LsCbcR_UAajdkWiv_IYxAEHWHRXy3YDroV-vdd9WK9uKIzpseqFmQ3AVWB1SKI8/s400/3e.jpg


3) Tipe Demokratis
Tipe ini menunjukkan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil (bergerak) sekali. Dalam hal ini kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting adalah kemampuannya dan kadang-kadang faktor keberuntungan.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJKJFI2keIHuTnFzc8nb1tCdGN2ewrG7QzrMoL0XGZYEd3ncAQd6dbKYmT-y-GU_M3QTlBl4TtPEnej2TVA6Jga_vUspl0ENP04ZXVt32IQhhFROA-7dGSWMLuLbg1dBqObvpes-BAL6s/s400/3f.jpg


7. Fungsi Stratifikasi Sosial

Dalam hidup bermasyarakat, secara tidak langsung setiap anggota masyarakat digolongkan ke dalam beberapa lapisan berdasarkan kriteria tertentu, seperti harta, kepemilikan tanah, pendidikan, dan lain-lain. Apakah fungsi dilakukannya penggolongan atau stratifikasi tersebut?

Dalam kenyataannya, stratifikasi sosial mempunyai fungsi sebagai berikut.

a. Stratifikasi sosial menyusun alat bagi masyarakat dalam mencapai beberapa tugas utama. Hal ini dilaksanakan dengan mendistribusikan prestise maupun privelese (hak yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam sebuah strata). Setiap strata ditandai dengan pangkat atau simbol-simbol yang nyata yang menunjukkan rangking, peranan khusus, dan standar tingkah laku dalam kehidupan. Semuanya diorganisir untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Penghargaan masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki dan melaksanakan tugasnya dapat dipandang sebagai insentif yang dapat menarik mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

b. Stratifikasi sosial menyusun, mengatur, serta mengawasi saling hubungan di antara anggota masyarakat. Peranan, norma, dan standar tingkah laku dilibatkan dan diperhatikan dalam setiap hubungan di antara strata yang ada di dalam masyarakat. Stratifikasi sosial cenderung mengatur partisipasi individu dalam kehidupan secara menyeluruh dalam suatu masyarakat. Ia memberi kesempatan untuk memenuhi dan mengisi tempat-tempat tertentu, dan pada pihak lain ia juga dapat membatasi ruang gerak masyarakat. Tetapi terlepas dari tinggi rendahnya strata yang dimiliki seseorang, stratifikasi berfungsi untuk mengatur partisipasinya di tempat-tempat tertentu dari kehidupan social bersama.

c. Stratifikasi sosial memiliki kontribusi sebagai pemersatu dengan mengoordinasikan serta mengharmonisasikan unitunit yang ada dalam struktur sosial itu. Dengan demikian, ia berperan dalam memengaruhi fungsi dari berbagai unit dalam strata sosial yang ada.

d. Stratifikasi sosial mengategorikan manusia dalam stratum yang berbeda, sehingga dapat menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling berhubungan di antara mereka. Dalam kelompok primer, fungsi ini kurang begitu penting karena para anggota saling mengenal secara dekat.

Namun demikian, ia menjadi sangat penting bagi kelompok sekunder. Hal ini disebabkan para anggota tidak saling mengenal, sehingga sulit untuk menetapkan aturan tingkah laku mana yang akan digunakan dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya stratifikasi, kesulitan ini relatif dapat diatasi.

A.  Pengertian Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial adalah pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan ciri-ciri tertentu[1]. Perbedaan itu tidak dapat di klasifikasikan secara bertingkat seperti halnya pada tingkatan dalam lapisan ekonomi yaitu lapisan tinggi.lapisan menengah dan lapisan rendah. Pengelompokan horizontal yang didasarkan pada ras,etnis,dan agama disebut kemajemukan sosial sedangkan perbedaan yang didasarkan pada profesi dan jenis klamin di sebut heterogenitas sosial[2]. Ternyata setelah saya amati dengan baik ternyata ada banyak sekali perbedaan yang dapat kita jumpai seperti perbedaan ras,agama,suku bangsa dan budaya.

B.   Wujud Diferensiasi Sosial
Hal yang membedakan antar kelompok manusia sangat beragam bentuknya dan terus berkembang dari masa-kemasa. Secara sistematis perbedaan sosial berdasarkan sumbernya dapat dipilah sebagai berikut : alamiah seperti halnya perbedaan ras,jenis kelamin,usia dan intelegens sosial ( dipengaruhi oleh konstruksi sosial atau budaya ) seperti halnya : etnis,gender,agama dan kebudayaan[3].
tentu saja perbedaan-perbedaan tersebut sangat sering kita jumpai dalam kehidupan kita baik kita sadari ataupun tidak kita sadari.

C.  Konsekuensi Diferensiasi Sosial
Sepanjang perkembangan diferensiasi sosial tetap funsional dan saling mengisi ketidakpuasan dan perselisihan dimasyarakat kecil akan mudah untuk terjadi[4]. Tetapi ketika perbedaan dan perbenturan kepentingan mulai muncul serta ditambah lagi dngan semakin menguatnya ikatan-ikatan primordial dalam suatu masyarakat maka hal tersebut akan memicu terjadinya konflik dalam masyarakat. Bahkan konflik ini dapat menyebabkan konflik terbuka seperti halnya yang terjadi di Ambon,Poso dan lain sebgainya.

D.  Pengertian dan Penyebab Disorganisasi SOSIAL
   Disorganisasi Sosial merupakan kebalikan dari Organisasi Sosial bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa untuk memahami konsep disorganisasi sosial perlu pula memahami konsep Organisasi Sosial. Organisasi Sosial ditandai oleh adanya hubungan yang harmonis antara elemen yang berbeda dalam suatu sistem sosial[5]. Hal yang sebaliknya dapat digunakan untuk mendefiniskan Disorganisasi Sosial yaitu apabila proses interaksi sosial dan fungsi yang efektif dari kelompok terpecah atau dapat juga dikatakan proses terpecahnya hubungan antar kelompok dalam suatu masyarakat[6].

  1.  Penyebab Terjadinya Disorganisasi Sosial
Dalam suatu masyarakat, sering kali terjadi proses disorganisasi sosial, terjadinya disorganisasi sosial sekurang-kurangnya disebabkan oleh 3 faktor :
a.  Faktor Politik
Hubungan antar kelompok yang semula hidup rukun suatu saat bisa berubah menjadi penuh konflikketika di dalamnya di beri muatan politik.

b.   Faktor Ekonomi
Perbedaan antar kelompok bisa berubah menjadi permusuhan atau sikap antipati ketika perbedaan antara masing-masing kelompok itu bersejajaran dengan kesenjangan kelas ekonomi.

c.   Faktor Sosial Budaya
Yang dimaksud faktor sosial budaya di sini terutama adanya ikatan primordialisme antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atas dasar solidaritas etnis, ras, kelas, perbedaan budaya.


E.  Timbulnya Konflik 
 Konflik adalah keadaan dimana interaksi tidak berlangsung menurut nilai dan norma sehingga terjdi pertentangan atu pertikaian atas dasar berbagai kepentingan yang berbeda[7]. Konflik merupakan proses atau keadaan dimana dua pihak atau lebih berusaha menggagalkan tujuan pihak lain kerena ada perbedaan pendapat, atau tuntutan-tuntutan masing-masing pihak.
Dalam hal ini diferensiasi sosial bisa juga menimbulkan suatu konflik seperti contoh di poso yaitu konflik antar agama. Konflik semacam ini bisa terjadi karena tidak adanya perasaan paling benar mengenai agama yang dianut oleh masing-masing pihak. Mereka berusaha menggagalkan tujuan/usaha dari etnik lain yang mempunyai kebudayaan berbeda.

F.    Upaya Mengurangi Konflik 

Konflik dapat dikatakan merupakan suatu yang sementara sifatnya. Jika suatu konflik dapat diatasi, maka masyarakat dapat kembali kearah integrasi dan keteraturan.
Konflik pada dasarnya bukan suatu hal yang diinginkan. Oleh karena itu, jika terjadi konflik dalam suatu kelompok atau masyarakat, mereka harus segera diatasi. Cara-cara untuk mengatasi konflik:
a.  Memaksa pihak-pihak yang bertikai untuk segera mengakhiri konflik
b.  Memaksa pihak-pihak yang bertikai untuk berunding
c.   Menggunakan jasa mediator (penengah)
d.   Meminta bantuan pihak ketiga
e.  Mempertemukan keinginan-keinginan pihak yang bertikai demi tercepainya tujuan bersama yang diprakarsai penitia tetap
f.    Menganjurkan bertoleransi kepada kelompok-kelompok sosial yang berbeda
g.   Mengadakan gencatan senjata
h.   Membawa kasus ke pengadilan
i.     Penyesuaian kembali[8]


G. Contoh Diferensiasi Sosial Dalam Masyarakat 
  Contoh diferensiasi sosial yaitu diferensiasi yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Kota adalah contoh wilayah yang memiliki keragaman diferensiasi dalam berbagai hal seperti agama, aliran agama, pekerjaan, jenis kelamin, usia, etnik, kebudayaan, dan lain sebagainya.Wujud diferensiasi sosial yang terjadi di desa Ringianyar yaitu: 
a.  Agama: Islam & Kristen
b.  Aliran agama: Nahdlatul Ulama’& Muhammadiyah
c.  Jenis kelamin: Laki-laki & Perempuan
d.   Pekerjaan: pertani padi, petani lombok, petani jagung, petani tomat, petani tebu dan lain sebagainya
e.  Usia: Balita, Anak-anak, Remaja, Dewasa, Tua
f.   Etnik: Jawa, Cina, & Thailand
g.  Kebudayaan: Jawa, Islam Jawa (dianut masyarakat NU), Islam Arab (dianut masyarakat Muhammadiyah), Konghuchu (dianut masyarakat Cina), Kristen (dianut masyarakat kristen).

Dalam diferensiasi sosial tidak jarang menimbulkan suatu dampak negatif seperti konflik sosial dan perpecahan[9]. Pada masyarakat, untuk mengurangi dampak tersebut ditumbuhkan rasa toleransi yang tinggi pada masyarakat dengan cara saling menghormati dan tidak mengganggu jalannya masing-masing perbedaan selama tidak bertentangan keras/merugikan masyarakat secara umum. Dalam masyarakat yang heterogen seperti ini tidak jarang menimbulkan suatu konflik sosial. Contoh konflik sosial yang kami anngkat dalam kasus ini yaitu konflik yang terjadi antara aliran agama Islam Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah.
Konflik soaial ini dapat terjadi karena perbedaan kebudayaan/pandangan yang mereka anut.
Dalam Nahdlatul Ulama’ mempunyai kebudayaan mendo’akan orang yang sudah meninggal seperi tujuh harian, empat puluh harian, seribu harian, dan haul. Namun dalam Muhammadiyah tidak terdapat acara semacam ini. Dari perbedaan inilah timbul suatu konflik karena antar pengikut aliran saling mengejek/menghina satu sama lain. Pengikut Nahdlatul Ulama’ menghina pengikut muhammadiyah karena membiarkan keluarganya yang telah meninggal tanpa diadakan selamatan (tahlilan) seperti hewan yang dibiarkan saja meninggal. Dan sebaliknya pengikut Muhammadiyah juga mengejek/menghina pengikut Nahdlatul Ulama’ acara tahlilan/do’a kepada orang yang telah meninggal itu merupakan suatu yang Bid’ah dan haram hukumnya. Karena saling menghina satu sama lain akhirnya timbullah konflik diantara ke-2 aliran agama Islam ini.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi konflik dalam kasus ini yaitu harus adanya toleransi yang tinggi diantara kedua belah pihak. Tidak boleh ada perasan paling benar diantara kedua belah bihak, kerena suatu keyakinan merupakan suatu yang paling benar menurut penganut keyakinan itu sendiri. Dan itu tidak dapat dipaksakan satu sama lain. Sehingga upaya untuk mengurangi konflik agar konflik tidak semkin meluas diantara kedua belah pihak yaitu dengan mengedepankan perasaan saudara (integrasi) sebagai sesama penganut agama Islam.



KESIMPULAN

Diferensiasi Sosial adalah pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan ciri-ciri tertentu,sehingga diantara perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam diferensisasi sosial ini mempunyai tingkat derajad yang sama dianatara berbagai macam perbedaan tersebut. Contoh dari diferensiasi sosial yaitu ras,etnis,agama profesi dan lain sebagainya. Dalam diferensiasi sosial yang ada tak jarang menimbulkan konflik yang ada dalam masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan antar golongan kelompok masyarakat sehingga untuk menekan konflik tersebut di butuhkan adanya rasa toleransi yang tinggi dalam masyarakat.
        Kemajemukan masyarakat ini seharusnya dapat memberikan efek yang positif andai saja para pemimpin negeri ini dapat memanag berbagai macam tersebut untuk mencapai integrasi nasional bangsa demi melaksanakan tujuan nasional Indonesia.

Share:

recent posts

Popular Posts

Copyright © 2018 Ivan Stuartz. Powered by Blogger.

Ads 468x60px

Advertisement

Ads 300 x 250

Recent Posts